KPU Upayakan Transparansi Anggaran Pilkada
Manado, kpu, go, id—Penyelenggaraan pemilu di Indonesia telah menjadi rujukan banyak Negara di dunia. Sejumlah praktik baik dalam penyelenggaraan pemilu, terutama transparansi merupakan aspek yang paling banyak diperbicangkan. Untuk itu, KPU RI berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas dalam setiap penyelenggaraan pemilu, termasuk pilkada.
“Banyak praktik baik
yang dapat kita tularkan kepada Negara lain. Salah satunya aspek transparansi,”
ujar Komisioner KPU RI Arief Budiman dalam rapat pimpinan nasional KPU RI dan
KPU Provinsi se Indonesia, Jumat (27/5). Untuk itu, kata Arief, transparansi
sebagai salah satu standar pemilu yang demokratis mesti terus ditingkatkan
kualitasnya.
“Semua proses pemilu
telah transparan. Hasil penghitungan suara telah dipublikasi melalui situng.
Yang belum kita publikasikan soal anggaran,” ujar Arief Budiman. Untuk lebih
transparan di bidang anggaran, Arief Budiman menegaskan pihaknya akan
mengumumkan daftar anggaran pembiayaan pilkada tahun 2017 kepada publik.
Arief juga meminta KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan daftar anggaran pembiayaan pilkada
di website masing-masing. Arief menyakini dengan transparansi anggaran pilkada,
kredibilitas KPU di mata publik akan bertambah nilainya. “Public trust akan meningkat,” ujarnya.
Dalam forum rapim, KPU
RI juga menginventarisir permasalahan pembiayaan pilkada di 101 daerah yang
akan menggelar pilkada tahun 2017. Berdasarkan pembacaan yang dilakukan oleh
KPU RI terhadap dokumen NPHD daerah, terdapat sejumlah variasi data NPHD.
Pertama ; jumlah anggaran pembiayaan pilkada yang diajukan sama dengan yang
disetujui pemerintah dan kemudian dituangkan ke dalam NPHD. Kedua ; jumlah
anggaran yang diajukan lebih besar dari yang disetujui pemerintah.
“Misalnya diajukan
sebesar Rp10 miliar, disetujui Rp9 miliar. Dan besaran Rp9 miliar itu sudah
berdasarkan pembahasan bersama dan besaran itu riil kebutuhan pilkada,” kata
Ketua KPU RI Husni Kamil Manik. Pola pembahasan anggaran semacam itu, katanya
masih memakai pola lama, di mana yang mengajukan kebutuhan dana, mengajukannya
di atas kebutuhan, sementara penyedia dana melakukan koreksi sesuai kebutuhan
riilnya. “Klasifikasi kedua ini masih dapat memenuhi kebutuhan anggaran,”
ujarnya.
Varian ketiga adalah besaran
pembiayaan pilkada yang disetujui dan dituangkan dalam NPHD jauh lebih kecil
dari besaran pembiayaan yang diajukan KPU. Misalnya KPU mengajukan Rp200
miliar, tetapi yang disetujui dan dituangkan dalam NPHD sebesar Rp110 miliar.
“Perbedaannya terlalu ekstrim dan perlu penjelasan. Apakah besaran itu sudah
dibicarakan dengan pemerintah?. Apakah ada sharing
anggaran dengan kabupaten/kota sehingga besaran anggaran provinsinya
berkurang signifikan,” ujar Husni.
Dinamika
Pembahasan NPHD Pilkada
Variasi data NPHD
sejumlah daerah yang akan menggelar pilkada tahun 2017, akhirnya terungkap
dalam forum rapat pimpinan KPU tersebut. Setelah mendengar penjelasan
pembahasan biaya pilkada sampai penandatanganan NPHD, ternyata dinamika di
setiap daerah berbeda. Ada yang berjalan mulus, tetapi ada juga yang berjalan
sangat alot.
Aceh sebagai salah satu
provinsi dengan status otonomi khusus dan daerah yang menyelenggarakan pilkada
cukup banyak, dari aspek pembiayaan telah terakomodir di dalam APBD dan telah
dituangkan dalam NPHD. “Semua daerah yang pilkada di Aceh, yakni 1 provinsi dan
20 kabupaten/kota sudah menandatangani NPHD,” ujar terang Ketua KIP Aceh Ridwan
saat menyampaikan laporan perkembangan pembiayaan pilkada di forum rapim.
Pembiayaan pemilihan
gubernur dan wakil gubernur Aceh tahun 2017 ditetapkan sebesar Rp179,4 miliar.
Namun yang tersedia dalam APBD murni baru sebesar Rp110 miliar. “Tapi
pemerintah dan DPRA sudah sepakat mengalokasikan kekurangannya di APBD
perubahan dan besaran Rp179,4 miliar itu sudah dituangkan di NPHD,” terang
Ridwan.
Ridwan menerangkan yang
sedikit problem adalah Kabupaten Aceh Timur dan Nagan Raya. Penandatanganan
NPHD Aceh Timur terpaksa di ambil alih oleh KIP Aceh karena anggota KIP yang telah mendapat SK dari KPU RI belum
kunjung dilantik oleh Bupati. DPRK Aceh Timur dalam rapat paripurnanya menolak
anggota KIP baru yang ditetapkan KPU RI. Saat ini DPRK Aceh Timur tengah
menggugat SK penetapan anggota KIP yang baru tersebut ke Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN).
Sementara di Jawa Barat
terdapat hal yang menarik dalam pembahasan pembiayaan pilkada. Dari tiga daerah
yang menggelar pilkada, dua daerah yakni Kota Cimani dan Kabupaten Bekasi,
realisasi dana pilkada dalam NPHD lebih besar daripada pengajuan KPU. Misalnya
Kota Cimahi, KPU mengajukan sebesar Rp27 miliar, sementara pemerintah daerahnya
menyetujui sebesar Rp34 miliar. Menurut Ketua KPU Jawa Barat Yayat Hidayat, hal
tersebut terjadi karena adanya penyesuaian besaran honor dengan regulasi baru
tentang standar besaran honorarium pilkada serentak yang diatur oleh
Kementerian Keuangan.
“Kalau Tasikmalaya itu
mengambil standar minimal, Kota Cimahi mengambil angka moderat, sementara
Bekasi memakai nilai maksimal. Itu yang menjadi penyebab terjadinya kenaikan
signifikan pembiayaan pilkada. Ada penyesuaian honor dengan standar yang dibuat
oleh Kementerian Keuangan,” jelasnya.
Sementara DKI Jakarta
yang berstatus daerah khusus dan akan menggelar pemilihan gubernur tahun 2017
telah menandatangani NPHD pembiayaan pilkada sebesar Rp478 miliar. Menurut
Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno, besaran dana itu masih kurang dari kebutuhan
sebesar Rp498 miliar. “Awalnya penyusunan anggaran pilkada itu merujuk ke
Permendagri 44 Tahun 2015, kemudian terbit Permendagri Nomor 51 Tahun 2016 yang
memperpanjang durasi tahapan dari 8 bulan menjadi 12 bulan. Makanya kita ajukan
lagi penambahan sebesar Rp20 miliar lagi,” ujarnya. Pemerintah Provinsi dan
DPRD DKI Jakarta, kata Sumarno, sudah menyetujui penambahan anggaran pilkada
tersebut di APBD perubahan.
Provinsi Banten yang
juga akan menggelar pilkada tahun 20157 telah menandatangani NPHD sebesar Rp150
miliar dari kebutuhan sebesar Rp299,8 miliar. Ketua KPU Provinsi Banten Agus Supriyatna
melaporkan kekurangannya akan diakomodir di APBD perubahan. “KPU, DPRD dan
pemerintah telah sepakat untuk itu. Tapi komitmen itu tidak dituangkan di
NPHD,” ujar Agus. Pemprov Banten beralasan tidak dapat secara langsung
mengakomodir kebutuhan pembiayaan pilkada sebesar Rp299,8 miliar karena pemerintah
sedang mempersiapkan pembentukan Bank Banten.
Ketua KPU RI Husni
Kamil Manik kembali menegaskan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota harus
memastikan bahwa anggaran pilkada tersedia sesuai kebutuhan, sudah dituangkan
dalam NPHD, jelas proses pencairannya dan anggaran tersebut diakomodir dimana.
Menurut Husni hal itu penting sebagai dasar bagi KPU untuk memastikan komitmen
pemerintah daerah dalam menyediakan anggaran pembiayaan pilkada. “Kita kasih
batas waktu sampai pembentukan badan adhoc. Kalau sampai pembentukan badan
adhoc, anggaran yang disetujui belum sesuai kebutuhan, kita tinggal saja,”
tegas Husni. (gd/red FOTO KPU/ftq/Hupmas)